Jumat, 03 Mei 2013

Mengisi Kemerdekaan dengan Bercermin kepada Perilaku Luhur Nenek Moyang Kita

        Di balik hiruk pikuk merayakan Kemerdekaan Republik Indonesia tahun lalu, sesungguhnya ada banyak hal yang memprihatinkan. Sudah 67 tahun Indonesia memploklamirkan diri sebagai Negara yang terbebas dari penjajah,sebagai Negara yang Merdeka.Tapi sekarang?? Dibalik kemewahan gedung-gedung tinggi pencakar langit dan gemerlapnya kehidupan petinggi-petinggi negeri dan selebritas beserta kroninya, masih banyak mereka yang tidur dengan beralaskan kardus dan koran di emperan toko ataupun di bawah jembatan yang tak berfungsi. Masih banyak pula rakyat yang kelaparan dan sulit mencari makan. Angka kemakmuran jauh dari kata memadai, jumlah kemiskinan dan pengangguran terus meningkat, meski konon pertumbuhan ekonomi relatif tinggi. 

        Betapa kita melihat dengan jelas, trilyunan uang yang sejatinya untuk rakyat hanya dinikmati segelintir orang dan kelompok. Hutang negara semakin berlipat-lipat, kebutuhan sandang pangan melangit. Pemerasan, penindasan, beragam tindak kejahatan, kekeringan, kebakaran hutan juga kota, banjir, longsor dan beragam bencana alam selalu menjadi momok yang mengerikan. Rasanya miris memang jika di sebut sebagai Negara yang Merdeka!. Tawuran antar pelajar, sengketa tanah, unjuk rasa pun marak dan biasanya tidak lekang dari keterlibatan pihak ketiga juga masalah sosial lain yang tak kunjung usai. Meski teroris-teroris telah tertangkap dan gembong-gembongnya sudah mati tertembak, bukan tidak mungkin teror-teror baru yang lebih mengerikan terjadi. Ini di karenakan kue pembangunan yang tidak merata. Sudah berbilang kalangan cerdik pandai menengarai betapa keadilan sosial ibarat pisau bermata dua yang secara nyata justru makin memperlebar kesenjangan antara rakyat dengan pemimpin. 

        Kalau kita telaah lebih dalam lagi, perjuangan Bung Karno beserta para pejuang kita dalam berperang mengusir penjajah untuk menghantarkan kemerdekaan bagi seluruh rakyat Indonesia, begitupun ketika Bung Karno merumuskan Teks Proklamasi dan Undang-Undang Dasar di belakangnya, terdapat sembilan Ulama dan para pemuda-pemudi yang membantunya. Mereka berjuang pada saat itu benar-benar dengan hati yang ikhlas dan tidak memperhitungkan mau jadi apa atau mau dapat apa saat Indonesia sudah benar-benar merdeka. Berjuang dengan darah saat pra kemerdekaan adalah tanggung jawab semua bangsa dan wajib hukumnya semua rakyat untuk turut serta berjuang mengangkat senjata dalam menghalau musuh. Semangat membela negara itu panggilan jiwa dan di laksanakan tanpa tujuan tertentu untuk mendapatkan jabatan atau kekuasaan. " Kami bersyukur saat Indonesia dinyatakan Merdeka Oleh Bung Karno, walau setelah itu kita masih bertempur perang disana-sini karena penjajah belum benar-benar rela melepas Bumi Pertiwi ini. Indonesia benar-benar Merdeka secara fisik itu sebenarnya tahun 1950, setelah tahun 1949 masih ada perang besar di Yogyakarta dan Jawa Tengah!". 

        Adalah suatu keharusan kita sebagai generasi muda penerus perjuangan Kemerdekaan Bangsa ini untuk menumbuhkan kembali rasa Patriotik dan Nasionalis di hati kita masing-masing dalam mengisi Kemerdekaan tanpa melupakan jati diri kita sebagai rakyat yang sangat menghormati perilaku luhur para pendahulu ( Nenek Moyang ) kita. Menurut sejarah pada jaman dahulu, jika seseorang merasa tidak puas dengan kebijakan penguasa atau Raja. Biasanya, Ia akan mengenakan busana serba putih dan duduk dengan santun di antara dua pohon Beringin di hari Pasewakan ( ketika Raja menerima semua unsur bawahannya ). Sontak, Raja akan memerintahkan yang bersangkutan untuk menghadap, menayakan keperluan dan sekaligus memberikan keputusan. Dengan begitu, di samping tidak ada campur tangan pihak ketiga, yang bersangkutan juga merasa puas karena mendengar jawaban langsung dari Raja. 

        Hal diatas adalah merupakan perilaku sesuai pitutur luhur para pendahulu yang artinya sebagai berikut ; Kalau engkau jadi penguasa atau Raja, janganlah hanya ingin dipuja-puji saja, sebab hal yang demikian itu akibatnya akan tidak baik ( Butir-butir Budaya Jawa 1986:119 ). Oleh karena itu seorang pemimpin, di samping harus bersikap Arif dan Bijaksan juga mesti Legowo jika hendak bertindak dalam menyikapi segala permasalahan serta penyelesaiannya. Padahal jika saja kita mau mencontoh kembali perilaku luhur yang lainnya dengan melihat keberhasilan dan kebesaran Kerajaan Majapahit, juga dengan memahami isi dari Sumpah Palapa Sang Patih Gajah Mada. Sejatinya, berbagai carut marut yang belakangan ini melanda negri kita tidak perlu terjadi. Pasalnya dengan berpegang kepada sebait kata dalam sebuah kitab yang berjudul Sutasoma tulisan salah seorang Pujangga besar di jaman Majapahit yakni Mpu Tantular, yang di jadikan sebagai landasan hidup dan kehidupan bagi seluruh rakyat Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrwa, yang secara harfiah memiliki arti " Bermacam-macam tetapi satu dan tiada pengabdian yang mendua ". 

        Kata itu diejawantahkan dalam gerak kehidupan sehari-hari dengan sangat baik oleh seluruh rakyat Majapahit. Keberhasilan ini berkat adanya kesamaan di dalam " Bahasa ", serta tekad yang kuat untuk tidak mendua dalam pengabdian. Tegasnya, kala itu bahasa pemimpin ( satunya keinginan kata dan perbuatan ) bisa di tangkap, di mengerti, diejawantahkan dengan baik oleh segenap rakyatnya. Dan sungguh tak terbayangkan jika segenap para wakil rakyat, penguasa serta para pemimpin benar-benar meneladani " Laku Utama " dari nenek moyang. Tak pelak seluruh komponen bangsa seolah hidup di suatu negeri yang " Gemah Ripah Loh Jinawi, Tata Tentram Kerta Rahaja ". 

        Disinilah pemimpin maupun yang di pimpin benar-benar di tuntut untuk belajar, berusaha dan bekerja hanya bagi kepentingan Bumi Pertiwi. Dan dapat di pastikan, bangsa ini akan mengukir sejarah untuk kedua kalinya dengan tinta emas karena keberhasilan menjadi mercu suar di antara bangsa-bangsa lain di dunia, mengulang keberhasilan Majapahit menjadi salah satu Imperium yang disegani dan di hormati di belahan jagat raya. Dengan kata lain, jika saja tekad itu sudah menyatu di dalam aliran darah setiap anak bangsa maka tak perlu ragu, KKN atau tindakan yang menyimpang lainnya bakal hilang dengan sendirinya.

Renungan diri ... Malam Jumat Kliwon 26042013.. @@